TENTANG :
INFORMASI
DAN TRANSASKI ELEKTRONIK
&
&
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- Bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat.
- Bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa.
- Bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru.
- Bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional.
- Bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
- Bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia.
- Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan
Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Informasi Elektronik adalah satu
atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat
elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang
memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
2. Transaksi Elektronik adalah
perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer,
dan/atau media elektronik lainnya.
3. Teknologi Informasi adalah suatu
teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan,
menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4. Dokumen Elektronik adalah setiap
Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau
sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer
atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,
simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh
orang yang mampu memahaminya.
5. Sistem Elektronik adalah
serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan,
mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik
adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan
Usaha, dan/atau masyarakat.
7. Jaringan Sistem Elektronik adalah
terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun
terbuka.
8. Agen Elektronik adalah perangkat
dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan
terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang
diselenggarakan oleh Orang.
9. Sertifikat Elektronik adalah
sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan
identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi
Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
10. Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak
dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
11. Lembaga Sertifikasi Keandalan
adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan,
dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan
sertifikat
12. keandalan dalam Transaksi
Elektronik.
13. Tanda Tangan Elektronik adalah
tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan,
terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan
sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
14. Penanda Tangan adalah subjek
hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
15. Komputer adalah alat untuk
memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi
logika, aritmatika, dan penyimpanan.
16. Akses adalah kegiatan melakukan
interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
17. Kode Akses adalah angka, huruf,
simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan
18. Kunci untuk dapat mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
19. Kontrak Elektronik adalah
perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
20. Pengirim adalah subjek hukum
yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
21. Penerima adalah subjek hukum
yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.
22. Nama Domain adalah alamat
internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang
dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau
susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam
internet.
Orang adalah orang perseorangan,
baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.
22. Badan Usaha adalah perusahaan
perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang
tidak berbadan hukum.
23. Pemerintah adalah Menteri atau
pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.
Pasal 2
Undang-Undang ini berlaku untuk
setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar
wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia
dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
BAB
II ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat,
kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral
teknologi.
Pasal 4
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk :
a. mencerdaskan
kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan
perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
c. meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka kesempatan
seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di
bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan
bertanggung jawab; dan
e. memberikan rasa
aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara
Teknologi Informasi.
BAB
III
INFORMASI,
DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
Pasal 5
(1) Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang
berlaku di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku untuk :
a. surat yang menurut Undang-Undang
harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. surat beserta dokumennya yang
menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang
dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan lain
selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu
informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya
dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.
Pasal 7
Setiap Orang yang menyatakan hak,
memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak Orang lain berdasarkan adanya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus memastikan bahwa
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari
Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan.
Pasal 8
(1) Kecuali diperjanjikan lain,
waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah
dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang
ditunjuk atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem Elektronik yang
berada di luar kendali Pengirim.
(2) Kecuali diperjanjikan lain,
waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki
Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
(3) Dalam hal Penerima telah
menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerima Informasi Elektronik,
penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.
(4) Dalam hal terdapat dua atau
lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman atau penerimaan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:
a. waktu pengiriman adalah ketika
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi
pertama yang berada di luar kendali Pengirim;
b. waktu penerimaan adalah ketika
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi
terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.
Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk
melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar
berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.
Pasal 10
(1) Setiap pelaku usaha yang
menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga
Sertifikasi Keandalan.
(2) Ketentuan mengenai pembentukan
Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. data pembuatan Tanda Tangan
Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
b. data pembuatan Tanda Tangan
Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa
Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap Tanda
Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
d. segala perubahan terhadap
Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut
setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat cara tertentu yang
dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
f. terdapat cara tertentu untuk
menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap
Informasi Elektronik yang terkait.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang
Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
(1) Setiap Orang yang terlibat dalam
Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan
Elektronik yang digunakannya.
(2) Pengamanan Tanda Tangan
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:
a. sistem tidak dapat diakses oleh
Orang lain yang tidak berhak;
b. Penanda Tangan harus menerapkan
prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap
data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
c. Penanda Tangan harus tanpa
menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan
Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera
memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai
Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan
Elektronik jika :
1. Penanda Tangan mengetahui bahwa
data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol; atau
2. keadaan yang diketahui oleh
Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat
bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan
d. dalam hal Sertifikat Elektronik
digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus
memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan
Sertifikat Elektronik tersebut.
(3) Setiap Orang yang melakukan
pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab
atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.
BAB
IV
PENYELENGGARAAN
SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Sertifikasi
Elektronik
Pasal 13
(1) Setiap Orang berhak menggunakan
jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk pembuatan Tanda Tangan
Elektronik.
(2) Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan Elektronik dengan
pemiliknya.
(3) Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik terdiri atas:a. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia;
danb. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.
(4) Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik Indonesia berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
(5) Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik asing yang beroperasi di Indonesia harus terdaftar di Indonesia.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) sampai dengan ayat (5) harus
menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap pengguna
jasa, yang meliputi :
a. metode yang digunakan untuk
mengidentifikasi Penanda Tangan;
b. hal yang dapat digunakan untuk
mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan
c. hal yang dapat digunakan untuk
menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda Tangan Elektronik.
Bagian
Kedua
Penyelenggaraan
Sistem Elektronik
Pasal 15
(1) Setiap Penyelenggara Sistem
Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta
bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana
mestinya.
(2) Penyelenggara Sistem Elektronik
bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan
memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
Pasal 16
(1) Sepanjang tidak ditentukan lain
oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib
mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai
berikut :
a. dapat menampilkan kembali
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa
retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan;
b. dapat melindungi ketersediaan,
keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam
Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
c. dapat beroperasi sesuai dengan
prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
d. dilengkapi dengan prosedur atau
petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat
dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik
tersebut; dan
e. memiliki mekanisme yang
berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban
prosedur atau petunjuk.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang
Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB
V
TRANSAKSI
ELEKTRONIK
Pasal 17
(1) Penyelenggaraan Transaksi
Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat.
(2) Para pihak yang melakukan Transaksi
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam
melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik selama transaksi berlangsung.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyelenggaraan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Transaksi Elektronik yang
dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.
(2) Para pihak memiliki kewenangan
untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang
dibuatnya.
(3) Jika para pihak tidak melakukan
pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku
didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk
menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari
Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(5) Jika para pihak tidak melakukan
pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan
pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya
yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut,
didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
Pasal 19
Para pihak yang melakukan Transaksi
Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati.
Pasal 20
(1) Kecuali ditentukan lain oleh
para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang
dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
(2) Persetujuan atas penawaran
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan
pernyataan penerimaan secara elektronik.
Pasal 21
(1) Pengirim atau Penerima dapat
melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya,
atau melalui Agen Elektronik.
(2) Pihak yang bertanggung jawab
atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. jika dilakukan sendiri, segala
akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para
pihak yang bertransaksi;
b. jika dilakukan melalui pemberian
kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi
tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c. jika dilakukan melalui Agen
Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi
tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(3) Jika kerugian Transaksi
Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak
ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi
tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(4) Jika kerugian Transaksi
Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian
pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab
pengguna jasa layanan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan
memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
Pasal 22
(1) Penyelenggara Agen Elektronik
tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang dioperasikannya yang
memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses
transaksi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB
VI
NAMA
DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,
DAN
PERLINDUNGAN HAK PRIBADI
Pasal 23
(1) Setiap penyelenggara negara,
Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama Domain berdasarkan
prinsip pendaftar pertama.
(2) Pemilikan dan penggunaan Nama
Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada iktikad baik,
tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak
Orang lain.
(3) Setiap penyelenggara negara,
Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama
Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan
Nama Domain dimaksud.
Pasal 24
(1) Pengelola Nama Domain adalah
Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Dalam hal terjadi perselisihan
pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak mengambil alih
sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.
(3) Pengelola Nama Domain yang
berada di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain yang diregistrasinya diakui
keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan
karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan
Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 26
(1) Kecuali ditentukan lain oleh
Peraturan Perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media
elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan
Orang yang bersangkutan.
(2) Setiap Orang yang dilanggar
haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas
kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB
VII
PERBUATAN
YANG DILARANG
Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian
atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Pasal 30
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol
sistem pengamanan.
Pasal 31
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau
Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan
di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain,
baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya
perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Kecuali intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka
penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 32
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah,
mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan,
menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik
Orang lain atau milik publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang
lain yang tidak berhak.
(3) Terhadap perbuatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh
publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.
Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat
terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi
tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Pasal 34
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan,
mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat
lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk
memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal
33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses,
atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi
dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan
penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik
itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.
Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan,
penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut
dianggap seolah-olah data yang otentik.
Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.
Pasal 37
Setiap Orang dengan sengaja
melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang
berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
BAB
VIII
PENYELESAIAN
SENGKETA
Pasal 38
(1) Setiap Orang dapat mengajukan
gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau
menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.
(2) Masyarakat dapat mengajukan
gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem
Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan
masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 39
(1) Gugatan perdata dilakukan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Selain penyelesaian gugatan
perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan
sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif
lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
BAB
IX
PERAN
PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 40
(1) Pemerintah memfasilitasi
pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
(2) Pemerintah melindungi
kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan
Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum,
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Pemerintah menetapkan instansi
atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi.
(4) Instansi atau institusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam
cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk
kepentingan pengamanan data.
(5) Instansi atau institusi lain
selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang
elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan data yang dimilikinya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai
peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 41
(1) Masyarakat dapat berperan
meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi melalui penggunaan dan
Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini.
(2) Peran masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk oleh
masyarakat.
(3) Lembaga sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.
BAB
X
PENYIDIKAN
Pasal 42
Penyidikan terhadap tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, dilakukan berdasarkan ketentuan
dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 43
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik.
(2) Penyidikan di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran
layanan publik, integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
(3) Penggeledahan dan/atau penyitaan
terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus
dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.
(4) Dalam melakukan penggeledahan
dan/atau penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyidik wajib menjaga
terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan
dari seseorang tentang adanya tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang
ini;
b. memanggil setiap Orang atau pihak
lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa sebagai tersangka atau saksi
sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait dengan
ketentuan Undang-Undang ini;
c. melakukan pemeriksaan atas
kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana berdasarkan
ketentuan Undang-Undang ini;
d. melakukan pemeriksaan terhadap
Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana
berdasarkan Undang-Undang ini;
e. melakukan pemeriksaan terhadap alat
dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga
digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
f. melakukan penggeledahan terhadap
tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak
pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
g. melakukan penyegelan dan
penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang
diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
h. meminta bantuan ahli yang
diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan Undang-Undang
ini; dan/atau
i. mengadakan penghentian penyidikan
tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini sesuai dengan ketentuan hukum acara
pidana yang berlaku.
(6) Dalam hal melakukan penangkapan
dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua
pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam.
(7) Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan
hasilnya kepada penuntut umum.
(8) Dalam rangka mengungkap tindak
pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik, penyidik dapat berkerja
sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti.
Pasal 44
Alat bukti penyidikan, penuntutan
dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan Undang-Undang ini adalah
sebagai berikut :
a. alat bukti sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
b. alat bukti lain berupa Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka
1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
BAB
XI
KETENTUAN
PIDANA
Pasal 45
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama
12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).
Pasal 46
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah).
Pasal 47
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 48
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
Pasal 49
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah).
Pasal 50
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Pasal 51
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama
12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua
belas miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama
12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua
belas miliar rupiah).
Pasal 52
(1) Dalam hal tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau
eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana
pokok.
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer
dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik
dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer
dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak
terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga
internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman
pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.
(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi
dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.
BAB
XII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 53
Pada saat berlakunya Undang-Undang
ini, semua Peraturan Perundang-undangan dan kelembagaan yang berhubungan dengan
pemanfaatan Teknologi Informasi yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang
ini dinyatakan tetap berlaku.
BAB
XIII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 54
(1) Undang-Undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
(2) Peraturan Pemerintah harus sudah
ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diundangkannya Undang-Undang ini.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakartapada tanggal 21
April 2008PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,ttd
DR.
H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan
di Jakartapada tanggal 21 April 2008MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK
INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATA
ANDI MATTALATA
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 58
Salinan sesuai
dengan aslinyaDEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARABIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,ttd